Rabu, 30 September 2009
Kamis, 13 November 2008
KODE ETIK JURNALISTIK
KODE ETIK JURNALISTIK
Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.
Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
- Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
- Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
- Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
- Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
- menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
- menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
- tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
- penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
- Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
- Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
- Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
- Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
- Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
- Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
- Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
- Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
- Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
- Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
- Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
- Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
- Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
- Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
- Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
- Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
- “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
- Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
- Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
- Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
- Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
- Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
- Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
- Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
- Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
- Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006
Kami atas nama organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers Indonesia:
- Aliansi Jurnalis Independen (AJI)-Abdul Manan
- Aliansi Wartawan Independen (AWI)-Alex Sutejo
- Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI)-Uni Z Lubis
- Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI)-OK. Syahyan Budiwahyu
- Asosiasi Wartawan Kota (AWK)-Dasmir Ali Malayoe
- Federasi Serikat Pewarta-Masfendi
- Gabungan Wartawan Indonesia (GWI)-Fowa’a Hia
- Himpunan Penulis dan Wartawan Indonesia (HIPWI)-RE Hermawan S
- Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI)-Syahril
- Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)-Bekti Nugroho
- Ikatan Jurnalis Penegak Harkat dan Martabat Bangsa (IJAB HAMBA)-Boyke M. Nainggolan
- Ikatan Pers dan Penulis Indonesia (IPPI)-Kasmarios SmHk
- Kesatuan Wartawan Demokrasi Indonesia (KEWADI)-M. Suprapto
- Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI)-Sakata Barus
- Komite Wartawan Indonesia (KWI)-Herman Sanggam
- Komite Nasional Wartawan Indonesia (KOMNAS-WI)-A.M. Syarifuddin
- Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia (KOWAPPI)-Hans Max Kawengian
- Korp Wartawan Republik Indonesia (KOWRI)-Hasnul Amar
- Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI)-Ismed hasan Potro
- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)-Wina Armada Sukardi
- Persatuan Wartawan Pelacak Indonesia (PEWARPI)-Andi A. Mallarangan
- Persatuan Wartawan Reaksi Cepat Pelacak Kasus (PWRCPK)-Jaja Suparja Ramli
- Persatuan Wartawan Independen Reformasi Indonesia (PWIRI)-Ramses Ramona S.
- Perkumpulan Jurnalis Nasrani Indonesia (PJNI)-Ev. Robinson Togap Siagian-
- Persatuan Wartawan Nasional Indonesia (PWNI)-Rusli
- Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat- Mahtum Mastoem
- Serikat Pers Reformasi Nasional (SEPERNAS)-Laode Hazirun
- Serikat Wartawan Indonesia (SWI)-Daniel Chandra
- Serikat Wartawan Independen Indonesia (SWII)-Gunarso Kusumodiningrat
Kode Etik Jurnalistik AJI
Kode Etik Jurnalistik AJI
Dari Wikisource Indonesia, perpustakaan bebas berbahasa Indonesia
- Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
- Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
- Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
- Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
- Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
- Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
- Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
- Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
- Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
- Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
- Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
- Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
- Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
- Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.)
- Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
- Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
- Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
- Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
Kamis, 06 November 2008
Kamis, 23 Oktober 2008
सेजारह फ़िल्म DUNIA
28 Desember 1895, untuk pertama kalinya dalam sejarah perfilman, sebuah film cerita dipertunjukkan di depan umum. Film ini dibuat oleh Lumiere bersaudara, inventor terkenal asal Perancis dan pelopor industri perfilman. Tempat pemutaran film itu adalah di Grand Cafe di Boulevard des Capucines, Paris. Sekitar 30 orang datang dengan dibayar untuk menonton film-film pendek yang mempertunjukkan kehidupan warga Perancis.
Sesungguhnya, pada awal 1885, telah diproduksi gambar bergerak pertama namun, film karya Lumiere bersaudara yang dianggap sebagai film sinema yang pertama. Judul film karya mereka adalah “Workers Leaving the Lumiere Factory.” Pemutaran film ini di Grand Cafe menandai lahirnya industri perfilman.
Ayatullah Husein Ghafari Gugur Syahid
28 Desember 1673, Ayatullah Husein Ghafari, salah seorang ruhaniwan pejuang Iran gugur syahid di dalam penjara rezim Shah Pahlevi. Ayatullah Ghafari dikenal sebagai ulama yang berilmu tinggi dan penuh perhatian terhadap lingkungan masyarakatnya. Melihat kezaliman yang dilakukan oleh rezim penguasa saat itu, Ayatullah Ghafari tidak tinggal diam. Beliau menulis buku-buku dan menerbitkan majalah yang isinya menentang kekejaman rezim Shah. Selain itu, beliau juga aktif berpidato menyuarakan penentangannya atas depotisme penguasa. Akibatnya, beliau berkali-kali ditangkap dan dipenjarakan. Akhirnya, setelah mengalami penyiksaan dalam penjara, Ayatullah Ghafari gugur syahid.
Gerakan Melawan Buta Huruf di Iran
28 Desember 1979, Imam Khomeini, pemimpin besar Revolusi Islam Iran, mengeluarkan surat perintah mobilisasi umum untuk memberantas buta huruf dan pendirian gerakan pemberantasan buta huruf. Dalam surat perintah tersebut, Imam Khomeini menyatakan, “Sekarang tanpa membuang waktu dan tanpa kenal lelah, untuk berjuang melawan buta huruf secara serentak dan mobilisasi umum kita gerakkan agar Insya Allah dalam jangka waktu segera, semua orang telah mampu membaca dan menulis.” Hasil dari gerakan ini terlihat sangat bagus dan menurut data UNESCO, kini Iran sudah keluar dari daftar negara-negara buta huruf.
Gempa Bumi Terbesar di Eropa
28 Desember 1908, gempa bumi yang paling besar dalam sejarah Eropa terjadi di kawasan Sisilia dan Calabria, Italia selatan. Tercatat sekitar 100.000 orang tewas dalam bencana tersebut. Sicilia dan Calabria terkenal sebagai “the dancing land” atau kawasan rawan gempa. Sebelumnya, yaitu pada tahun 1693, 60.000 orang tewas dalam gempa di Sicilia dan tahun 1783, 50.000 orang tewas akibat gempa di Calabria.
Gempa bumi yang terjadi di Italia selatan tahun 1908 ini berkekuatan 7,5 skala Richter dan terjadi pukul 5.20 pagi. Sembilan puluh persen dari bangunan di kedua kota, Sisilia dan Calabria, hancur.
सेजारह फ़िल्म dunia
28 Desember 1895, untuk pertama kalinya dalam sejarah perfilman, sebuah film cerita dipertunjukkan di depan umum. Film ini dibuat oleh Lumiere bersaudara, inventor terkenal asal Perancis dan pelopor industri perfilman. Tempat pemutaran film itu adalah di Grand Cafe di Boulevard des Capucines, Paris. Sekitar 30 orang datang dengan dibayar untuk menonton film-film pendek yang mempertunjukkan kehidupan warga Perancis.
Sesungguhnya, pada awal 1885, telah diproduksi gambar bergerak pertama namun, film karya Lumiere bersaudara yang dianggap sebagai film sinema yang pertama. Judul film karya mereka adalah “Workers Leaving the Lumiere Factory.” Pemutaran film ini di Grand Cafe menandai lahirnya industri perfilman.
Ayatullah Husein Ghafari Gugur Syahid
28 Desember 1673, Ayatullah Husein Ghafari, salah seorang ruhaniwan pejuang Iran gugur syahid di dalam penjara rezim Shah Pahlevi. Ayatullah Ghafari dikenal sebagai ulama yang berilmu tinggi dan penuh perhatian terhadap lingkungan masyarakatnya. Melihat kezaliman yang dilakukan oleh rezim penguasa saat itu, Ayatullah Ghafari tidak tinggal diam. Beliau menulis buku-buku dan menerbitkan majalah yang isinya menentang kekejaman rezim Shah. Selain itu, beliau juga aktif berpidato menyuarakan penentangannya atas depotisme penguasa. Akibatnya, beliau berkali-kali ditangkap dan dipenjarakan. Akhirnya, setelah mengalami penyiksaan dalam penjara, Ayatullah Ghafari gugur syahid.
Gerakan Melawan Buta Huruf di Iran
28 Desember 1979, Imam Khomeini, pemimpin besar Revolusi Islam Iran, mengeluarkan surat perintah mobilisasi umum untuk memberantas buta huruf dan pendirian gerakan pemberantasan buta huruf. Dalam surat perintah tersebut, Imam Khomeini menyatakan, “Sekarang tanpa membuang waktu dan tanpa kenal lelah, untuk berjuang melawan buta huruf secara serentak dan mobilisasi umum kita gerakkan agar Insya Allah dalam jangka waktu segera, semua orang telah mampu membaca dan menulis.” Hasil dari gerakan ini terlihat sangat bagus dan menurut data UNESCO, kini Iran sudah keluar dari daftar negara-negara buta huruf.
Gempa Bumi Terbesar di Eropa
28 Desember 1908, gempa bumi yang paling besar dalam sejarah Eropa terjadi di kawasan Sisilia dan Calabria, Italia selatan. Tercatat sekitar 100.000 orang tewas dalam bencana tersebut. Sicilia dan Calabria terkenal sebagai “the dancing land” atau kawasan rawan gempa. Sebelumnya, yaitu pada tahun 1693, 60.000 orang tewas dalam gempa di Sicilia dan tahun 1783, 50.000 orang tewas akibat gempa di Calabria.
Gempa bumi yang terjadi di Italia selatan tahun 1908 ini berkekuatan 7,5 skala Richter dan terjadi pukul 5.20 pagi. Sembilan puluh persen dari bangunan di kedua kota, Sisilia dan Calabria, hancur.
Selasa, 21 Oktober 2008
ada band
by Ada Band
Lekuk indah hadirkan pesona
Kemuliaan bagi yang memandang
Setiamu simbol keanggunan khas perawan
yang... kau miliki
Akulah pengagum ragamu
Tak ingin kumenyakitimu
Lindungi dari sengat dunia yang mengancam... nodai... sucinya lahirmu
Chorus:
Karena wanita ingin dimengerti
Lewat tutur lembut dan laku agung
Karena wanita ingin dimengerti
Manjakan dia... dengan kasih sayang
Ingin kuajak engkau menari
Bermandi hangat cahaya bulan
Sebagai tanda kebahagiaan
Bagi semesta cinta kita
Chorus
Bintang terang itulah dirimu
Janganlah redup dan mati
Aku dibelakangmu memeluk dan menjagamu
RETORIKA DAKWAH
Posted on September 10, 2008 by Romeltea
H. Usep Romli HM
Oleh H. Usep Romli HM
DAKWAH, baik bil lisan (ucapan) maupun bilqalam (tulisan), memerlukan ramuan-ramuan yang enak didengar atau dibaca. Agar tidak terasa monoton dan ruwet. Sehingga membuat bosan. Salah satu ramuan itu adalah humor.
Dalam menyampaikan materi dakwah bil lisan , terdapat retorika. Gaya atau cara penyampaian yang variatif. Tekanan suara, turun naik nada, penggalan kalimat, hingga bunyi suara (tenor, bariton, dsb), merupakan bagian dari retorika yang amat penting. Di antara bagian-bagian retorika itu, sekali-kali suka (atau perlu) diselipkan humor untuk lebih menekankan minat dan perhatian pendengar.
Masalahnya, sejauh mana porsi dan peran humor itu dalam penyampaian dakwah ?
Para ahli retorika, mengukur, minimal dua humor dalam satu jam ceramah. Dan para ulama Islam membatasi jenis humor itu tidak menyimpang dari makna dan tujuan dakwah. Jangan sampai terjadi humor yang justru bertentangan dengan essensi dakwah yang mengandung ajakan kepada kebaikan sekaligus pencegahan dari kemungkaran.
Tegasnya, janganlah humor yang “esek-esek”, walaupun memang humor jenis demikian sangat digemari khalayak. Tapi walaupun digemari, harus sesuai dengan kondisi dan situasi.
Bahkan para ulama fiqh , menegaskan, humor yang mengandung “laghwun” termasuk omong kosong dan sia-sia, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.s. Qoshosh : 55.
Untuk menghindari humor menjadi “laghwun”, maka isi humor harus mengandung unsur ketaatan kepada Allah SWT sekaligus menjauhi segala laranganNya.
Literatur Islam masa lalu, cukup banyak menghasilkan karya-karya humor yang mengandung unsur aqidah, ibadah, ahlak dan muamalah. Yang mengajak manusia menyadari posisinya sebagai hamba Allah, dan harus tunduk patuh kepadaNya. Oleh kalangan sufi, humor-humor dengan tokoh-tokoh humor tertentu dijadikan bahan pendidikan dalam meningkatkan kualitas kejiwaan mereka.
Dapat disebut antara lain : Nasruddin Hoja, Bahlul, Hani al Arabiy, Abu Nawas. Mereka sering digambarkan sebagai manusia-manusia tolol, namun ucapan dan perbuatannya justru mengandung penggugah kesadaran kepada kelemahan manusia sebagai mahluk tak berdaya di hadapan al Khaliq.
Dari tokoh-tokoh humor tersebut, kemudian lahir tokoh-tokoh humor lokal di berbagai negara dan daerah.Di Jerman misalnya, ada Baron von Munchaussen yang merupakan duplikasi Nasruddin Hoja. Di Sunda ada Si Kabayan, di Jawa ada Man Doblang, di Bali Pan Balang Tamak, di Melayu Lebai Malang, dan banyak lagi.
NABI Muhammad Saw terkenal memiliki sifat humoris. Suatu hari pernah seorang nenek-nenek menanyakan kepada beliau, apakah dirinya pantas masuk surga. Jawab Rasulullah, di surga tidak ada nenek-nenek. Tentu saja Si Nenek menangis. Rasulullah segera melanjutkan, memang di surga semua nenek-nenek disulap menjadi gadis-gadis muda berstatus bidadari.
Para ahli hadits, menilai humor Rasulullah Saw tersebut, selain mengundang senyum arief, juga mengandung kabar gembira (busra). Terutama bagi kalangan lansia, yang terpacu untuk meningkatkan keimanan dan amal soleh.
Bagi para juru dakwah moderen, tentu harus piawai mencari humor-humor baru yang dapat menjadi obat penawar kejenuhan, penghias retorika dan memacu mustami semakin berminat kepada materi yang disajikan.
Patokan humor, sebagaimana digariskan Allan Buchwater, penulis humor terkenal dari Kanada (1990).
a. Sesuai dengan konteks pembicaraan
b. Dapat dimengerti spontan oleh pendengar
c. Mampu menggugah daya nalar
Sedangkan menurut Dr. Aid Al-Qarni, penulis buku “I’tabassam” (2003), humor dalam Islam diperbolehkan selama dalam koridor :
a. Kesopanan (etika)
b. Keimanan (akidah)
c. Tidak mengandung mudarat
d. Tidak terjerumus kepada “laghwun” (kesia-siaan).
Melihat acuan-acuan di atas, tinggal bagaimana kita melatih keahlian agar humor dapat diselipkan ke dalam tataran dakwah tanpa merusak makna dan tujuan dakwah. Jangan sampai “cul dogdog tinggal igel”.
– H.Usep Romli HM, wartawan Senior, Mubaligh, Penulis buku humor Sunda “Dulag Nalaktak”
(2006). Tulisan ini Bahan Ceramah Tentang Humor dalam Dakwah dalam Diklat Retorika Dakwah Bidang KIK Pusdai, 12-13 September 2008.*
Filed under: Makalah, Opini, Warta Pusdai | Tagged: Retorika Dakwah
RETORIKA DAKWAH
Posted on September 11, 2008 by Romeltea
Oleh ASM. ROMLI
Retorika (rhetoric) secara harfiyah artinya berpidato atau kepandaian berbicara. Kini lebih dikenal dengan nama Public Speaking.
Dewasa ini retorika cenderung dipahami sebagai “omong kosong” atau “permainan kata-kata” (“words games”), juga bermakna propaganda (memengaruhi atau mengendalikan pemikiran-perilaku orang lain).
Teknik propaganda “Words Games” terdiri dari Name Calling (pemberian julukan buruk, labelling theory), Glittering Generalities (kebalikan dari name calling, yakni penjulukan dengan label asosiatif bercitra baik), dan Eufemism (penghalusan kata untuk menghindari kesan buruk atau menyembunyikan fakta sesungguhnya).
Gaya Bahasa Retorika
1. Metafora (menerangkan sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal dengan mengidentifikasikannya dengan sesuatu yang dapat disadari secara langsung, jelas dan dikenal, tamsil);
2. Monopoli Semantik (penafsir tunggal yang memaksakan kehendak atas teks yang multi-interpretatif);
3. Fantasy Themes (tema-tema yang dimunculkan oleh penggunaan kata/istilah bisa memukau khalayak);
4. Labelling (penjulukan, audiens diarahkan untuk menyalahkan orang lain),
5. Kreasi Citra (mencitrakan positif pada satu pihak, biasanya si subjek yang berbicara);
6. Kata Topeng (kosakata untuk mengaburkan makna harfiahnya/realitas sesungguhnya);
7. Kategorisasi (menyudutkan pihak lain atau skenario menghadapi musuh yang terlalu kuat, dengan memecah-belah kelompok lawan);
8. Gobbledygook (menggunakan kata berbelit-belit, abstrak dan tidak secara langsung menunjuk kepada tema, jawaban normatif);
9. Apostrof (pengalihan amanat dengan menggunakan proses/kondisi/pihak lain yang tidak hadir sebagai kambing hitam yang bertanggung jawab kepada suatu masalah).
Retorika Dakwah
Retorika Dakwah dapat dimaknai sebagai pidato atau ceramah yang berisikan pesan dakwah, yakni ajakan ke jalan Tuhan (sabili rabbi) mengacu pada pengertian dakwah dalam QS. An-Nahl:125:
“Serulah oleh kalian (umat manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik, dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik…”
Ayat tersebut juga merupakan acuan bagi pelaksanaan retorika dakwah. Menurut Syaikh Muhammad Abduh, ayat tersebut menunjukkan, dalam garis besarnya, umat yang dihadapi seorang da’i (objek dakwah) dapat dibagi atas tiga golongan, yang masing-masingnya dihadapi dengan cara yang berbeda-beda sesuai hadits: “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka”.
a. Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akan mereka.
b. Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mau’idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan, yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
c. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat.
Retorika (Dakwah) Islam
Retorika dakwah sendiri berarti berbicara soal ajaran Islam. Dalam hal ini, Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya, Retorika Islam (Khalifa, 2004), menyebutkan prinsip-prinsip retorika Islam sebagai berikut:
1. Dakwah Islam adalah kewajiban setiap Muslim.
2. Dakwah Rabbaniyah ke Jalan Allah.
3. Mengajak manusia dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik.
4. Cara hikmah a.l. berbicara kepada seseorang sesuai dengan bahasanya, ramah, memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan, serta gerakan bertahap.
Secara ideal, masih menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawi, karakteristik retorika Islam a.l.
1. Menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan material.
2. Memikat dengan Idealisme dan Mempedulikan Realita.
3. Mengajak pada keseriusan dan konsistensi, dan tidak melupakan istirahat dan berhibur.
4. Berorientasi futuristik dan tidak memungkiri masa lalu.
5. Memudahkan dalam berfatwa dan menggembirakan dalam berdakwah.
6. Menolak aksi teror yang terlarang dan mendukung jihad yang disyariatkan.
Oleh ASM. Romli. Makalah pengantar sekalikus pelengkap “Training Retorika Dakwah: Public Speaking untuk Dakwah” yang diselenggarakan Bidang Kajian, Informasi, dan Kemasyarakatan, Pusat Dakwah Islam Jawa Barat (KIK Pusdai Jabar), 12-13 September 2008. Copyrights © ASM. Romli. Referensi : dari berbagai sumber. Bahasan lengkap versi saya tentang Public Speaking tertuang dalam buku “Lincah Menulis Pandai Bicara”, terbitan Nuansa Bandung, e-mail: ynuansa@telkom.net.*
Filed under: Kaifiyah_Tips, Makalah, Warta Pusdai | Tagged: Retorika Dakwah
Rabu, 15 Oktober 2008
खुत्बह जम'at
Hal paling mudah untuk melihat dan mensyukuri nikmat ALLOH SWT:- Sudah berapa banyak kita bernafas hari ini?- Berapa jenis makanan yg kita santap hari ini?- Bagaimana jika kita tidak bernafas selama 2 menit saja?
Hidup yg sebenar-benarnya adalah hidup yg mengamalkan ilmu yg kita peroleh dan pelajari.
Dari sekian banyak nikmat ALLOH SWT, ada 2 nikmat yg paling istimewa, yakni nikmat iman dan Islam. Kedua hal ini TIDAK BOLEH lepas dari hati kita, hingga ajal menjemput nanti.
Hidup di dunia haruslah mencari ridho-Nya, karena dengan ridho-Nya, hidup kita akan menjadi lebih mudah.
Dalam Al Imran(3):103,“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
शलत ५ waktu
2. Apapun yg ada di dunia kita cintai dan benci, akan meninggalkan kita juga akan kita tinggalkan. Ada akhir dari hidup di dunia. Maka janganlah melupakan ibadah pada ALLOH SWT. Kesengsaraan dan kebahagiaan adalah hal sementara.
3. Sekecil apapun amalan kita (baik dan buruk) akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sebuah nasehat singkat seseorang yg bijak, ketika dia bertanya pada murid2nya, barangkali bisa menjadi bahan renungan kita.- Hal yg paling dekat di dunia adalah kematian.- Hal yg paling jauh di dunia adalah masa lalu.- Hal yg paling berat di dunia adalah amanah (tanggung jawab).- Hal yg paling ringan di dunia adalah meninggalkan shalat 5 waktu.
Mari kita renungkan kembali hal2 di atas, terutama di bagian sholat. Apakah kita termasuk yg lalai, atau yg bertanggung jawab? Apakah rapat, pekerjaan, dan aktivitas duniawi lain lebih utama dari sholat 5 waktu?
ओरंग ओरंग यांग lalai
Yang dimaksud dengan lalai:1. Orang2 yg lalai pada yg dituju. Pada saat sholat, yg semestinya mengingat ALLOH SWT (dzikrullah), malah mengingat hal lain, terutama masalah pekerjaan, bisnis, dst. Sholat sebagai sarana pengingat ALLOH SWT tertulis pada Thaha(20):14,“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku.”
Saat sholat hendaknya banyak2 mengingat ALLOH SWT,“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al Ankabut(29):45.
2. Orang2 yg lalai pada tujuan setelah dia sholat. Dasarnya adalah Al Ankabut(29):45. Selain itu ada hadits dari Imam Ahmad, yg berbunyi Rasululloh SAW bersabda yg isinya lebih kurang banyak orang yg malamnya sholat malam tapi di pagi hari dia mencuri.
Sholat sangat berperan dalam membentuk perilaku yg baik dana sosialisasi dengan masyarakat (jika melakukan sholat berjama’ah). Jika orang yg sering sholat tapi masih sering merugikan orang lain, itu artinya sholatnya masih belum didirikan, baru sekedar kewajiban. Rasululloh SAW sudah menyatakan hal ini,“Barang siapa sholatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji, sesungguhnya ia bertambah jauh dari Allah.”
Orang yg sholatnya benar, dia akan mampu menciptakan kedamaian di masyarakat serta ketentraman di lingkungan sekitarnya. Orang yg beriman dengan sebenar-benarnya iman, akan menjaga sholatnya.
Filed under: Khutbah Jum'at